Surat dari Tiara

By ajan9_bdw

Dikutip dari Novel Ketika Cinta Bertasbih

Karya Habiburrahman El Shirazy

Kepada

Kakaku sekaligus Ustadzku

Ustadz Fadhil Mutahar

Yang sangat aku hormati dan yang aku harus mengakuinya secara tertulis, SANGAT AKU CINTAI.

Assalamualaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.

Doaku mengawali isi surat ini, semoga yang menulis surat ini dan yang membaca surat ini diampuni dosa-dosanya oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Jika mengharapkan cinta seseorang adalah berdosa semoga diampuni oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Jika menulis surat demi cinta adalah dosa maka semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni orang yang menulisnya.

Kak Fadhl tercinta,

Surat ini adalah usaha penghabisanku untuk mewujudkan harapanku, dan untuk meyakinkan diriku bahwa cinta bias mengubah nasib seorang gadis malang yang kini berada di ujung pedang.

Kak Fadhil terinta

Aku harus berbuat apa Kak agar bisa hidup dengan oang yang aku damba? Dan orang itu adalah kakak. Perasaanku terhadap kakak sesungguhnya sangat jelas, sejelas matahari di siang hari, dan pernama raya di malam hari. Begitu ada yang datang melamarku aku minta pertimbangan kakak dengan harapan kakak menunjukan rasa cinta dan cemburu. Tapi yang aku dapatkan adalah sikap tinggi hati, kakak menyarankan agar aku terima saja lamaran itu. Mendengar saran kakak itu terus terang hatiku geram dan marah, maka seketika itu tanpa pikir panjang aku terima lamaran itu. Saat itu aku tidak berfikir bahwa sesungguhnya aku belum bisa menerimanya.

Kak Fadhil tercinta

Aku tahu kalau kaka juga mencintai saya. Aku bisa membacanya dari sikap kakak selama ini. Sejak kakak pertama kali bertemu dengan diriku. Dan saat itu aku menjadi murid kakak. Sampai saat aku menginjakan kaki di Mesir dan kakak termasuk tim yang menjemput diriku dan teman-temanku. Sampai ketika aku sudah tinggal di Mesir.

Selama ini tanpa bicara sepatah kata kakak sudah menunjukan dan mengisyaratkan rasa cinta kepadaku. Aku memang diam, karena seorang gadis memang sebainya diam dan menunggu. Aku menunggu keberanian kakak untuk meminangku. Sungguh, Kak, aku menunggu. Aku sempat berpikir, mungkin kakak akan menunggu sampai kakak selesai kuliah. Dan aku siap menunggu. Sampai lamaran itu datang. Aku beritahukan kepada kakak, dengan harapan kakak memberikan ketegasan. Memberikan harapan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.

Namun apa salahku Kak? Apa? Samapai kau begitu tega membabat semua harapanku. Apa salahku sampai kau begitu tega melukaiku? Dan juga melukai dirimu sendiri.

Kak Fadhil tercinta.,

Dengan surat ini aku mengajak kakak untuk rendah hati. Dan aku mengajak kakak untuk berani. Berani bertindak, berani melangkah agar kita tidak lebih sakit lagi. Aku bisa merasakan betapa sakitnya kakak menjadi penanggung jawab acara pernikahanku nanti (jika itu terjadi). Betapa sakitnya kakak harus mendendangkan nasyid di hadapan kami? Aku sendiri merasakan sakit berlipat-lipat saat merasakan betapa akan sakitnya diri kakak saat itu.

Aku sendiri akan sangat sakit, dan entah apakah aku nanti bisa menahannya, ketika mengetahui yang mengakad diriku benar-benar orang lain, bukan kakak. Yang berbahagia di pelaminan adalah orang lain dan bukan kakak. Sementara kakak hanya menjadi penghibur para tamu yang sedang menikmati hidangan.

Kak Fadhil tercinta,

Masih ada waktu. Ini memang sudah terlambat. Namun masih bisa diperbaiki selama akad nikah itu belum terjadi. Kak, dua hari lagi meraka akan datang. Hari berikutnya akad nikah. Dan hari berikutnya pesta walimah. Kalau kakak mau, aku akan katakan supaya mereka membatalkan semuanya. Biarlah kerugian di pihak calon pengantin lelaki nanti aku yang merampungkannya.

Jika kakak mau dan jika kakak berani. Sebab resiko selanjutnya adalah aku dan kakak yang akan menghadainya. Memang kita akan menantang badai. Tapi bukankah pencinta sejati selalu siap menantang badai. Aku yakin kakak adalah seorang pencinta sejati. Ya, kakak adalah seorang pencinta sejati yang gagah berani, yang siap mengarungi perjalanan panjang hidup dengan gagah berani pula: demi orang-orang yang dicintai.

Dan dengan menulis surat ini aku telah memulai. Karena aku juga ingin menjadi pencinta sejati. Selanjutnya tinggal kakak, apakah kakak punya nyali?

Kak Fadhil tercinta,

Aku berharap kakak tidak lagi tinggi hati. Aku berharap kakak menyambut baik maksud surat ini. Inilah harapan terakhirku. Juga; harapan terakhir bagi kakak jika kakak memang memiliki rasa cinta yang sama denganku. Jika kakak tidak menyambutnya, maka ketahuilah sesungguhnya yang menghujamkan pedang ke jantung gadis malang penulis surat ini adalah dua tangan kakak yang sangat jahat. Sesungguhya yang memenggal leher gadis penulis surat ini adalah tangan algojo kakak yang kejam. Aku berharap itu tidak terjadi.

Kak Fadhil tercinta,

Aku tunggu jawabannya. Segera. Langsung jawab seketika surat ini telah kakak baca. Sebab tak ada lagi waktu yang tersisa. Maafkan jika hal ini kakak anggap menambah dosa.

Wassalam,

Yang sungguh mencintaimu


Tiara Kemala putri

 

0 comments so far.

Something to say?